Ketika acara ulang tahun Nutrifood yang lalu, saya (red : Bapak Mardi Wu) mengundang beberapa anggota tim Nutrifood dari luar Jawa. Salah satunya punya cerita menarik seperti yang saya share di bawah ini. Cerita ini dituturkan oleh Andreas Prasetyo, manajernya. Selamat membaca!
***
Mencari tim sales di Kota Tarakan untuk area Kalimantan Utara (Kaltara) begitu susah. Gabungan wilayah kerja yang berat, sinyal telekomunikasi yang jelek, suasana yang sepi, dan pasar yang belum terbentuk membuat wilayah ini bak “kuburan” bagi tim Nutrifood penempatan area.
Setelah gagal dengan alumni S2 Jakarta, beberapa bulan area Tarakan kosong. Kita menggelar rekrutmen yang diikuti oleh belasan pelamar. Saya yang sangat disiplin dengan waktu, akan menolak pelamar yang terlambat datang. Saya minta bantuan satpam kantor distributor Tarakan untuk mencatat jam datang pelamar dan meminta mereka pulang bila telat.
Waktu berlalu. Tes dan wawancara sudah digelar. Hanya ada satu pelamar dengan kualifikasi di atas rata-rata yang sangat mencuri perhatian. Jauuuh di atas pelamar lainnya. Saya merasa semua sudah selesai. Pelamar lain hanya formalitas.
Namun, saat dua jam lebih dari batas waktu yang ditentukan, ada seorang pelamar datang. Fisiknya kecil, tampak terlalu muda untuk bekerja, rambutnya awut-awutan, memakai celana jeans dan berbaju hitam lengan panjang dengan bendera merah putih di lengan kiri. Menerobos satpam dia berkata, “Saya sudah sms Bapak izin telat datang tes karena saya harus briefing salesman (di tempat bekerja sebelumnya – ed)”.
Saya lihat memang ada sms masuk yang belum saya baca. Datangnya pagi. Pun saya tetap menang debat dengannya. Saya tetap tidak memberikan tes untuknya. Tapi, ada yang berbeda dengan tatapan mata juga penampilannya. Saya bertanya, “Mengapa kamu pakai baju hitam ada tempelan bendera Indonesia?” Dia menjawab dengan tegas, “Saya anak perbatasan Pak. Kami bangga dengan Indonesia dan senang memakai ini untuk membedakan dengan warga Malaysia.” Wow unik juga! Entah mengapa akhirnya saya mau memberikan tes tertulis dan wawancara. Dan dari sinilah semuanya berawal.
Tes ditutup dengan sesi wawancara yang mencengangkan. Berceritalah si anak nelayan, pemuda perbatasan dengan Merah-Putih di lengan tersebut, yang ingin merantau ke kota besar untuk bisa kuliah sambil bekerja. Dia tak tahu uang untuk membayar kuliah berasal dari mana, yang penting daftar dulu. Hanya bekerja sebagai kuli bongkar kontainer membuat dia berani kuliah, optimis bisa bayar, kemudian lanjut menjadi merchandiser (MDS) sebuah perusahaan selama dua tahun yang menuntutnya untuk bekerja di pasar. Dengan hanya berbekal ijazah SMA dia mendaftar lowongan sebagai principal*. Peremehan orang karena dianggap tidak mungkin bisa menjadi supervisor dilawannya dengan hasil tes yang baik dan diterima. Namun ia hanya bekerja di perusahaan tersebut selama enam bulan dan terpaksa mundur karena tidak enak makan gaji buta. Distributornya tidak mampu bayar ke pabrik sehingga barang tidak pernah ada.
Tapi bukan karena itu wawancara ini jadi berwarna. Anak nelayan tersebut bercerita, “Pak saya semalam belajar produk Bapak via website Nutrifood. Saya tahu banyak produk Nutrifood. Saya cek di pasar Tarakan baik modern dan tradisional dan menurut saya tidak layak produk sehebat Nutrifood hanya seperti itu performance distribusinya di lapangan. Saya punya 600 outlet yang saya kenal dengan baik. Saya yakin itu tiga kali lipat outlet Bapak saat ini. Bila dropsize** x maka omset Nutrifood harusnya Rp xx. Berapa oszet Nutrisari sekarang Pak?”
Anak kecil dengan rambut awut-awutan ini membuat saya terdiam. Kemudian dengan panjang dan lebar, ia terangkan potensi pasar area luar pulau, area kecamatan-kecamatan yang namanya pun mungkin tak ada dalam peta. Ia mampu menjelaskan dengan baik sistematika distribusi di area Kaltara dengan baik dan siap bekerja dengan cepat menggarap area luar Pulau Tarakan. Bisa dikatakan, bukan saya yang mewawancarai dia tapi saya yang terdiam tertarik mendengar ceritanya.
Tes berakhir dan malam itu saya merenung keras. Kandidat idola saya sebelumnya saya panggil lagi untuk mendengar visi hidupnya. Dan akhirnya saya ambil putusan. Yaitu, menolak anak nelayan tersebut dan merekrut lulusan S1 perguruan tinggi negeri (PTN) ternama di Jawa dengan pengalaman bekerja tiga tahun dan baik menurut saya ini. Saya kabarkan pada anak nelayan dan juga belasan calon lainnya bahwa mereka gagal. Namun, hanya dia seorang, si anak nelayan, yang langsung menelepon saya minta bertemu. Dengan gigih ia berkata, “Tidak usah digaji kalau omset tidak naik Pak.” Pun saya tetap menolaknya dengan getir.
Tiga hari di Tarakan, saya khususkan waktu untuk melatih anak baru lulusan S1 tersebut. Kemudian kembali pulang ke Samarinda dengan optimisme bahwa Kaltara akan berkembang baik.
Seminggu kemudian, damn, si anak baru tersebut resign karena tidak suka dengan pekerjaan ini. Lemas rasanya saya mengingat pelatihan dan sebagainya yang sudah diinvestasikan untuk sarjana tersebut. Seminggu berikutnya si anak nelayan tadi tahu dari tim distributor Tarakan bahwa posisi di atas kembali kosong. Dia kembali gencar menelepon saya.
“Bapak, saya siap masuk minggu depan Pak. Saya tidak akan mengecewakan Nutrifood Pak.”
Saya hanya diamkan. Kemudian beberapa saat kemudian, ada dua rekan principal Tarakan menelepon saya merekomendasikan dia. Ternyata dia aktif di perkumpulan principal dan punya relasi baik dan minta orang yang saya kenal untuk menelepon dan merekomendasikannya. Luar biasa semangatnya!
Dua minggu berlalu dan dia tetap rajin menelepon atau sms mengabarkan siap kerja. Kenapa tidak saya terima? Karena saya ragu dengan -maaf- fisik yang terlalu kecil seperti anak SMP. Saya yakin banyak orang yang akan meremehkannya. Tetapi, akhirnya saya putuskan untuk menerimanya dan tanpa mengunjungi Tarakan lagi. Saya minta dia untuk masuk sepuluh hari lagi untuk mengepaskan awal bulan. Tapi, dia berkata, “Saya masuk sekarang saja Pak. Mau digaji dihitung hanya dari awal bulan juga tak apa”. Luar biasa!
Dan kekhawatiran saya terbukti. Manajer distributor, dua manajer toko terbesar menghubungi saya dan berkata yang lebih kurang intinya meremehkan anak anak nelayan ini. Saya jelaskan kepada mereka, “Memang begitu Pak. Nanti pasti akan berbeda setelah melihat kerjanya”.
Dua tahun berlalu dan Kaltara sekarang menjelma menjadi daerah dengan potensi luar biasa. Omzet sudah dua kali lipat dan optimis tiga kali lipat di tahun 2016 ini. Si anak nelayan tersebut pun meraih “The Best Growth Supervisor” di Kalimantan pada tahun 2015.
Mimpi mengentaskan keluarganya dari kemiskinan sedikit demi sedikit mulai terlaksana. Ia mampu menyekolahkan kakak dan adiknya, serta mengontrakkan rumah di perantauan untuk hidup mereka bertiga. Mimpi naik pesawat, tidur di hotel, serta melihat kota di luar Kaltara juga sudah terlaksana.
Mimpi besar berikutnya adalah melihat Jakarta. Barangkali simpel dan sederhana bagi kita, tapi tidak buat dia. Saya selalu menasihati, “Kerja keras ya, kamu pasti akan mendapat kesempatan ke Jakarta.” Selain itu, dia juga punya mimpi cukup aneh. “Bagaimana area saya bisa dikunjungi manajer atau Bos Nutrifood Pak?” Saya pun selalu berkata, “Cetaklah angka fantastis maka Jakarta akan menengok areamu.”
“Siap Pak, saya akan lakukan itu. Hasil takkan pernah menghianati usaha Pak. Yakinlah”. Dan ketika saya sampaikan kepadanya bahwa awal tahun ini CEO Nutrifood akan mengunjunginya di Kaltara, dia pun menangis saking senangnya walau dengan grogi konyol luar biasa.
Saat bersama CEO, Bapak Mardi Wu, ada kejutan lagi untuknya. Satu cita-cita yang selalu berulang-ulang dia utarakan secara tiba-tiba menjadi nyata, yaitu pergi berkunjung ke Jakarta! Dia hanya linglung terdiam kemudian bergumam, “Pak semua hal luar biasa ini terjadi begitu beruntun dan cepat luar biasa.”
Anak nelayan berperawakan kecil dengan rambut awut-awutan dan berbaju hitam lengan panjang ditempeli Bendera Merah-Putih itu bernama Muchlis. Mantan buruh kontainer itu kini bisa berdiri di hadapan semua orang yang dikaguminya, di kantor pusat perusahaan yang begitu dia cintai, dan di kota Jakarta yang sejak kecil begitu diimpikannya. Tiga hari selama di sana takkan pernah selesai untuk diceritakan kepada tetangga, teman, dan kenalannya di ujung utara Indonesia. Hari spesial tersebut pasti sangat menginspirasinya.
Semoga teman-teman Nutrifood di seluruh Indonesia bisa membaca semangat, optimisme, dan kecintaan Muchlis pada Nutrifood yang juga kita cintai bersama.
Keterangan:
*principal: pihak pemegang merk atau pabrik yang memproduksi sesuatu. Sebagai contoh, sebuah distributor bertugas untuk mendistribusikan produk-produk prinsipal. Satu distributor bisa saja mendistribusikan produk dari beberapa principal di sebuah area.
**dropsize: nilai jumlah belanja, bisa per konsumen, per faktur, dan sebagainya – per satuan waktu. Misal: Andi berbelanja Rp 150.000,00 dalam satu hari, maka dropsize dalam hari itu berjumlah Rp 150.000, 00.