Cerita Bowo di Konawe : Mengajari Teknologi, di Daerah Minim Teknologi

Setelah mengikuti kegiatan di Konawe dapet apa? Tambah item doang kulitnya? Tidak dong! Banyak hal yang didapat dari kunjungan saya kesana, terutama pengalaman-pengalam baru dari kondisi alam dan budaya yang berbeda. Tentunya, bersyukur bisa ikut berpartisipasi dalam program ini, dengan banyaknya inspirasi yang didapat dari kegiatan tersebut. Bagi saya yang baru pertama kalinya menginjakkan kaki di pulau Sulawesi, ini tentunya menjadi hal yang sangat menarik, mengenal kondisi geografis alam yang berbeda, kebudayaan yang berbeda, hingga cara komunikasi dengan logat yang bervariasi juga.

By the waaay, perjalanan menuju Kecamatan Asinua (lokasi penempatan para Pengajar Muda) sangat memacu adrenalin, apalagi ketika hujan deras dan jalannya tertutup oleh air. Harus diakui kalau bapak supir yang mengantar kita super jago lah, sudah terlatih sepertinya dengan kondisi alam disana. Di hari itu, kami berkesempatan untuk berinteraksi dengan warga, dimana saya melihat warga disana sangat menjunjung tinggi adat. Supaya lebih erat dengan kebudayaan sekitar, kami juga belajar tarian Lulo (khas Konawe), ya meskipun sampai saat ini saya masih belum bisa menarikan tarian tersebut dengan lancar, tapi disitu saya belajar bahwa kegiatan budaya yang tidak mengenal suku maupun usia, semua dapat bersatu dalam sebuah tarian.

Nah! Keesokan harinya, kami berkesempatan untuk mengajar di SDN Asinua Utama. Disana, saya menemukan beberapa hal yang menarik, dimana bisa berbaur dengan anak-anak yang mungkin mempunyai karakteristik yang berbeda dengan anak-anak di Jakarta. Awalnya sempat bingung, sharing tentang profesi di bidang teknologi, namun disana masih belum mengenyam kecanggihan teknologi saat ini 🙁 Mungkin komputer masih sesuatu yang langka, mengingat listrik masih menggunakan genset dan sinyal komunikasi juga berlum menjangkau daerah sana. Tapi disitulah poin keunikan, yang juga menjadi tantangan bagi saya untuk bisa mengenalkan beberapa teknologi yang saat ini sedang berkembang, namun dengan fasilitas yang sederhana. Karena anak-anak disana hanya mengenal lingkungan di sekitarnya saja (tidak mengenal kota dan provinsi lain, apalagi Jakarta), akhirnya saya coba mengajak anak-anak melihat Jakarta melalui teknologi Virtual Reality. Implementasinya pun tidak terlalu sulit, saya cukup membawa Card Board (kacamata kardus), Android Smartphone, serta Video 360. Terharu melihat anak-anak bercerita tentang apa yang mereka lihat dari Virtual Reality tersebut, mereka sangat antusias melihat kota Jakarta yang coba saya tunjukkan dengan memuat Monas sebagai objek. Bagi saya yang sudah cukup lama merantau di Jakarta, mungkin sudah terbiasa dengan dengan segala keramaian dan kemacetan yang ada, tapi bagi mereka hal tersebut menjadi sesuatu yang sangat menarik.

Selain itu, karena saya juga hobi photography, saya pun mengajarkan teknik fotografi sederhana dengan kamera yang saya bawa. Ketika memasuki sesi praktek, saya sempet heran mengapa anak-anak disana langsung bisa bergaya ketika dihadapkan pada kamera. Sebagai penutup, saya juga mengajak anak-anak bernyanyi bersama menyanyikan lagu Rayuan Pulau kelapa dengan diiringi Guitalele. Meskipun belum jago-jago banget main gitar, setidaknya hal itu bisa menghangatkan suasana. Senang juga bisa ketemu dan mendengar pengalaman Pengajar Muda dari Indonesia Mengajar disana. Kebetulan salah satu PM, Mas Sandy punya hobi “motret” juga, alhadil jadi membantu kami untuk dokumentasi. Dia juga sempat mengajak saya jalan-jalan keliling desa di pagi harinya. Terima kasih, Mas Sandy!

Selama mengajar, saya terharu melihat anak-anak disana. Keterbatasan fasilitas gak menyurutkan semangat yang kuat untuk belajar. Hal itu terpancar dari keceriaan di wajah mereka. Ya… mereka seolah rindu dengan orang-orang tangguh dan mau berbagi ilmu ataupun pengalaman kepada mereka. Mengingat, guru dan tenaga pengajar di sana masih terbatas, bahkan tidak jarang mereka berhalangan untuk hadir ke sekolah.

Kegiatan di hari ketiga selama di Kabupaten Konawe adalah memberikan edukasi kepada warga di desa Silea dan desa Mataiwoi terkait isu kesehatan dan lingkungan. Di sini saya jadi mengenal karakter ibu-ibu dan kehidupan keseharian mereka, dengan suami yang sudah sangat bergantung dengan rokok. Kami pun berusaha menyampaikan pesan kesehatan (salah satunya terkait rokok) agar mereka dapat mulai mengajak para keluarganya untuk hidup lebih sehat.

Senang bisa mengenal lebih dekat, gak hanya Konawe, namun juga teman-teman dari Nutrifood yang ikut serta, yang dalam kesehariannya jarang bisa berjumpa atau berinteraksi secara langsung. Sebagai penutup, ada satu quotes pembelajaran yang merangkum perjalanan saya di Konawe :

Inspirasi tidak hanya datang dari tokoh terkemuka dari suatu negeri, tetapi bisa juga dari mereka yang punya semangat belajar tinggi dari pelosok negeri.”

 

Salam,

Wahyu Tri WiBOWO –  Infrastructure Network Executive