Cerita Fajrina di Konawe : Memahami Makna Pay It Forward yang Sesungguhnya

Kunjungan ke Konawe memberi kesan yang beda-beda dari masyarakat asli hingga para pengabdi. Masyarakat asli Asinua, lokasi kunjungan pertama sangat pemalu terhadap pendatang. Mungkin karena mereka jarang berinteraksi dengan orang luar. Sedikit sekali yang merasa pentingnya sekolah dan pengetahuan, tidak jarang disleksia menjadi penyakit turun-temurun. Dengan ini, Indonesia Mengajar mengirimkan kadernya untuk menanamkan pola pikir yang kuat dalam hal pendidikan.

Lokasi kedua, Onembute, masyarakatnya lebih tidak sungkan untuk berinteraksi, apalagi desa Mataiwoi yang memang mayoritas adalah kaum transmigran dari Jawa. Sejujurnya, saya baru tahu langsung ada kisah transmigran sukses yang jadi kerasan banget di kota perantauan. Kaget juga pas menyapa awal-awal, dijawabnya “apik-apik” dengan logat yang kental, ya Konawe rasa Kediri gitu hehehe. Karena lokasi lebih dekat dengan kota dan hasil transmigran inilah maka wawasan mereka lebih terbuka dan maju, memiliki usaha untuk kegiatan sehari-hari, contoh usaha tahu dan tempe sebagai pemasok di Konawe. Onembute ini menjadi lokasi pengabdian Pencerah Nusantara karena tenaga medis sangat minim. PN ini memberikan saya gambaran sosok tim dr Liem muda, dr Liem adalah dokter sukarela yang membuat Rumah Sakit Apung untuk memfasilitasi pengobatan keliling di sekitaran Indonesia Timur.

Tentang para pengabdi, sebelumnya hanya mengetahui via media sosial atau film dokumenter sejenis. Tapi melihat langsung ke lokasi, merasakan kondisi sinyal (bahkan buat SMS dan telepon pun tidak ada) dan listrik sangat terbatas, jauh dari kota besar dan keluarga, makanan seadanya, fasilitas di luar zona nyaman, minim sekali teman sharing berwawasan, maka 3 hari bersama mereka memberikan makna kemuliaan yang nyata. Dengan aksi mereka itu juga, ada suntikan optimis bahwa masih banyak masyarakat terpelajar yang bertanggung jawab untuk kemajuan negeri dengan pull system daerah tertinggal.

Terima kasih Nutrifood sudah memberikan kesempatan saya untuk melihat dan merasakan sedikit kehidupan di sisi lain Indonesia dengan kesenjangan peradaban yang sangat terasa. Dengan ini, saya semakin menyadari bahwa pendidikan adalah tonggak awal untuk seluruh kemajuan. Melihat kondisi fasilitas di desa-desa itu pun, memberikan saya inspirasi rasa syukur yang seringkali menjadi semu diantara hingar bingar hidup serba.

Satu poin yang penting dari program Nutrifood untuk Konawe ini, yaitu karyawan biasa seperti saya bisa dipertemukan dengan kader-kader NGO yang luar biasa. Mereka bukan hanya merubah karakter dan pola pikir penduduk tertinggal di Konawe, namun secara tidak langsung mereka juga mengajarkan saya bahwa hidup tidak hanya sampai di titik “apa yang sudah dimiliki” atau “apa yang sudah dicapai” tapi sampai kepada asas tanggung jawab untuk pay it forward.

Salam,

Fajrina Atikah – Logistic Associate